Kategori
Tips

Tips Menghadapi Krisis Hidup Usia 20 Tahunan (Quarter Life Crisis)

MEDIAPENELITI.COM – Tips menghadapi krisis hidup usia 20 tahunan, akan ada suatu waktu Anda merasa ada yang salah dalam hidup ini.

Seolah semua hal yang sudah Anda lakukan selama ini belum juga terlihat hasil yang memuaskan.

Akhirnya, Anda pun mulai melirik kehidupan orang lain.

Hmm kok rasanya ‘dia’ lebih sukses ya? Kok mereka lebih bahagia ya? Rasanya hidupku begini saja. Tidak ada perkembangan apapun!

Nah, bisa jadi Anda sedang mengalami fase Quarter Life Crisis (QLC). Suatu transisi menuju dewasa yang penuh kekhawatiran tentang kehidupan dimasa depan.

Tetapi, jangan panik dulu. Tips berikut ini akan membantu Anda menghadapi fase quarter life crisis yang sedang Anda alami. Simak sampai habis, ya!

Cari tahu apa yang anda inginkan

Pada usia muda, Anda akan sering dihadapkan dengan pelbagai pilihan. Entah tentang pilihan karir, pendidikan maupun dalam pemilihan pasangan hidup.

Kesulitan dalam membuat pilihan akan menjadikan Anda tidak mampu mengemas kini kehidupan.

Berujung, Anda cenderung mengikuti trend tanpa menilai kemampuan diri dan keadaan.

Agar mudah menghadapi tekanan, cari tau apa yang Anda inginkan, apa yang membuat Anda khawatir dan apa saja solusi yang bisa Anda tawarkan pada diri Anda sendiri.

Sebagai contoh, jika Anda suka menulis, maka lakukanlah hal-hal yang bisa bermanfaat melalui tulisan Anda.

Masalahnya, Anda mungkin khawatir tulisan-tulisan Anda tidaklah sebagus tulisan orang lain dan mungkin tidak ada value-nya jika di-publish.

Maka, segera cari solusi. Agar tidak uring-uringan ditimpa tekanan, Anda bisa belajar menulis melalui komunitas menulis dan berguru pada mentor yang tepat, atau sesekali Anda bisa meminta bantuan orang lain membaca dan menilai tulisan Anda.

Dengan demikian, kemampuan menulis Anda pun dapat berkembang dan Anda juga bisa mengubah passion menjadi penghasilan. Nah, kan lumayan?

Tidak membandingkan hidup dengan orang lain

Tidak akan pernah puas seseorang apa bila ia selalu berkaca pada kelebihan yang ada pada orang lain.

Betapa tidak? Orang lain akan terus maju dengan potensinya manakala Anda akan terus tertekan melihat kemajuan mereka, alih-alih mengasah bakat yang ada dalam diri Anda sendiri.

Contohnya begini, jika Anda sedang kuliah dan aktif diorganisasi, Anda mungkin akan disibukkan dengan segudang rapat dan program yang wajib Anda isi. Tidak perlu merasa cemburu jika melihat teman Anda bisa duduk santai goyang kaki sambil posting iklan baju setiap hari.

Mungkin, kelebihan Anda adalah memimpin sebuah organisasi manakala teman Anda tadi mempunyai bakat berjualan.

Nah, keinginan yang berbeda membawa Anda pada jalan hidup yang berbeda pula.

Maka, selain mencari tau apa yang Anda inginkan, cobalah melakukan hal-hal yang menyenangkan tanpa perludi sertai rasa cemburu dan iri hati terhadap orang lain.

Menerima keadaan diri

Berbicara tentang self-acceptance, saya melihat masih banyak anak muda yang berusaha menjadi seperti orang lain.

Entah itu dari segi berpakaian seperti selebgram pujaan hati, hingga berlomba-lomba menjadi eksis di dunia maya dan layar kaca.

Benar, jika hal tersebut berdampak positif pada diri, tentu saja tak ada salahnya.

Hanya saja, coba evaluasi lagi. Seberapa banyak uang yang Anda habiskan untuk skin care-an dan beli baju baru warna warni?

Belum lagi dihitung pengeluaran makan minum di kafe kekinian demi sekeping foto estetik pengisi feeds Instagram setiap pagi.

Mungkin pada usia yang masih terhitung muda, Anda belum sepenuhnya sadar bahwa kenikmatan sementara tidak menjamin kesejahteraan isi kantong Anda di masa depan.

Belajarlah hidup minimalis dan menerima kondisi diri. Jika Anda memang bukan selebgram yang berani dibayar tinggi, maka cukuplah bersederhana dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Yakinlah bahwa Anda adalah yang terbaik versi diri Anda sendiri.

Oleh itu, tidak perlu menjadi seperti orang lain, karena mereka pun belum tentu ingin menjadi seperti Anda. Hehe

Percaya bahwa apa yang Anda lakukan sekarang adalah yang terbaik

Kecuali yang anda lakukan hanyalah rebahan sambilan nonton marathon drama korea, selain itu, mungkin Anda sebenarnya sudah berada di jalan yang tepat.

Fase transisi menuju dewasa memang penuh dengan tanda tanya tentang masa depan yang belum pasti.

Maka, jika Anda sekarang sedang melakukan hal yang Anda senangi, bermanfaat buat diri dan orang lain, ditambah pula berpenghasilan (baik penghasilan ilmu baru mau pun uang), Anda tidak perlu lagi menoleh kebelakang apalagi berpaling arah tujuan.

Saya kasih contoh, Anda sedang kuliah S2 dan menekuni jurusan yang Anda minati. Kemudian dipertengahan jalan Anda mulai ragu pada diri menghadapi sulitnya bergelut dengan bahan jurnal dan tugas setiap hari.

Nah, mulailah timbul pikiran-pikiran halus yang menyuruh Anda berhenti. “Mending dulu nikah saja. Sekarang mungkin sudah bisa main sama anak-anak dan jalan bareng suami.”

Hati-hati jika sudah muncul pikiran demikian. Segera evaluasi diri, sebesar apa perjuangan yang ditempuhi sehingga sekarang bisa sampai dititik ini? Jangan berpaling arah.

Yakinlah bahwa kesabaran akan berbuah manis. Anda tetap bisa menikah setelah selesai kuliah, atau mungkin juga sambilan kuliah, tetapi jangan jadikan menikah sebagai jalan pintas menghadapi QLS, takutnya kalau tidak siap, muncul krisis yang lebih besar lagi. Wah, bahaya bukan?

move on!

Terakhir, tips ini mungkin sudah selalu diingatkan. Gagal? move on dong! Sedih? Yah, gausah lama-lama.

Segera move on! Nah, kejebak quarter life crisis? Move on juga bisa jadi solusi.

Lagian, sekali seumur hidup krisis ini hanya terjadi pada fase “quarter life” saja loh, tidak selamanya juga ia akan menghantui hidup Anda sebagai beban pikiran.

Percayalah, apabila Anda berhasil melewati fase ini dalam hidup Anda, maka keputusan apapun yang Anda ambil dimasa depan adalah hasil revisi terbaik pada fase quarter life Anda.

Akhirnya, semua akan berjalan baik-baik saja, bukan?

Itu tadi beberapa tips yang bisa saya bagikan pada teman-teman.

Intinya, jangan lama-lama dalam tekanan. Cari solusi dan perbaiki emosi.

Saya percaya bahwa fase transisi menuju dewasa adalah momentum kita belajar lebih mengenal diri agar semangat dalam memaknai hidup. Menurut Anda bagaimana? (Mediapeneliti.com/Fatimah Zuhra)

 

 

 

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan